Ceritasemi.ml - Hay ,ada ada dengan mu kali ini ??lontarku dengan nada sebel dan kesal kepada Dinda. “Iya nih,,,maaf ya ?ak malas latihan” . ucapnya Sudah sampe berapa kali kamu mengikuti ,kok nada nya gak enak di dengar. Jangan kira kamu gak pernah latihan jadi maennnya bagus ya.???ujaraku.
Dinda kemudian tertunduk lesu dan memandangi sinar gitar nya, seolah olah sepertinya Dinda melihat jemari nya yang kaku.
Aku agak jengkel, karena sebagai pentolan band, hal yang paling menyebalkan ketika personil band gak focus dalam bagaian nya.
Apalagi di tambah jarang sekali berlatih, aku kadang sering pusing ketika pesonil band ku gak kompak kayak gini. Dimana diriku yang mendapat bagian vocal, personil ku ini si Dinda yang sebagai pemegan gitar kedua membuat aku sedikit kesal.
Dinda merupakan personil cewek dari band ku ini, dia berusia 20 tahun. Kebetulan Dinda bebarengan satu kampus denganku, dan menurutku Dinda jugan berbakat untuk memainkan gitarnya.
Akan tapi di ajarang sekali latihan, terdengar dari nada yang di ciptakannya sangat tidak tepat dan melenceng , tidak focus akan lagu yang aku bawakan, sebagai pertanda Dinda jarang sekali memegan alat music nya.
Dengan cara bermusik ini , aku dan rekan se band ku bermain untuk menambah penghasilan kita masing-masing.
Uang yang di berikan orang tua kepadaku hanya cukup utuk membayar kossan saja. Dan uang kuliah kadang dapet dari beasiswa. Namun beasiswa tersebut tidak penuh, karena itulah aku bermain music untuk mencari uang.
Dan kadang-kadang aku membuka les music untuk sebagai tambahannya saja. Dari yang kulihat lewat situs pertemanan instagram, Dinda nampak senang sekali bermain dengan teman2nya entah itu hangout di kafe, jalan2 ke pantai, maupun berkunjung ke jogja dengan teman2nya. Itu tidak masalah sebenarnya, tetapi jika dia meninggalkan latihan gitarnya, itu masalah buatku.
Ada orang yang bilang kalo personilnya ngaco, berarti bandnya yang ga bener. Itu membuatku menjadi gemas ketika Dinda selalu membuat kesalahan ketika latihan bermain.
“Sampai disini dulu ya, hari ini sampai disini saja”
aku membereskan semua perlengkapan musik dan buku musik ku.
“tapi kak…” Dinda memotong ucapanku
“Tapi kenapa… pokoknya minggu depan kita latihan lagi yang tadi ya, jangan sampe ga bisa kayak sekarang”.
Aku segera bergegas keluar, memakai jaket , dan keluar untuk menyalakan mesin motorku. Sudah mau petang rupanya. Dinda kemudian menyusulku keluar.
“Kak… maafin aku ya…. Aku emang lagi banyak kegiatan akhir2 ini, jarang latihan….” Ucapnya.
“Oke deh… minggu depan perbaikin oke” aku memakai helmku.
“Aku cabut dulu ya” aku mengendarai motorku.
Dari spion aku bisa melihat Dinda masuk ke dalam mobilnya nya. Pertemuanku dengan Dinda bermula ketika aku mengisi acara yang diadakan oleh BEM kampusnya.
Dia menjadi panitia, Culun Band. Berawal dari ngobrol2 Dinda rupanya bermain gitar juga dan dia ingin belajar dariku.
Karena aku mengajar di salah satu sekolah musik yang mentereng di Jogja, kusuruh saja dia daftar, dan dia pada akhirnya mendaftar untuk menjadi personilku.
Sebenarnya Dinda menyenangkan, senang melucu dan mudah akrab. Tetapi kekurangannya ya itu, malas berlatih, entah hari2nya dihabiskan oleh apa selain kuliah.
Apakah itu main, pacaran, aku tidak terlalu tahu, karena obrolan antara aku dan Dinda hanya berkisar musik, lokal maupun musik global. Aku kembali ke kos ku, kunyalakan laptop hasil tabungan sendiri itu.
Sebenarnya aku bukan dari keluarga yang kurang mampu, hanya saja ayahku orangnya disiplin dan tidak memanjakan anaknya.
Waktu aku SMA di Semarang dulu, ketika mampu mencari uang sendiri, aku sudah mulai meringankan beban orang tuaku dengan tidak meminta uang jajan.
Ketika sebelum aku SMA, ayahku meninggal dan wasiat terakhirnya adalah agar aku terus meneruskan sekolah. Kujalani pesan ayahku, dan nyatanya, walaupun hanya dari mengajar dan bermain music di band, aku bisa menabung, membayar uang kuliah, dan menyicil motor.
Walaupun uang untuk kos masih dibantu oleh ibuku. Sedangkan Dinda, bisa dilihat hidupnya amat mudah. Orang tua yang kaya, dan memanjakan anaknya, terlihat dari Gitarnya yang terlihat baru dan kinclong, beda dengan peralatanku yang hasil nabung sendiri itu.
Naik mobil kemana, jalan2, pacarnya pun aku kenal, walau hanya sebatas tahu sama tahu saja. Anak orang kaya juga, kehidupan mereka berbeda jauh denganku.
Tampaknya apa2 saja yang mereka inginkan mudah didapat. Pada saat itu ketika sedang hujan, aku menunggu hujan reda dulu . Jam 5 harusnya aku sudah di tempat musik itu. Tapi karena aku memakai motor, maka aku hanya bisa menunggu.
Waktu terus berlalu. Hujan tidak reda. Maghrib sudah tiba, dan aku sudah menelpon ke stempat musik itu untuk membatalkan latihan hari ini.
Aku tidur2an di kasurku, malas untuk keluar kemana2 lagi. Tiba2 handphoneku berbunyi. Aku melihat layar handphoneku. Ternyata nomor Dinda.
“Halo kak….” Dinda yang mengawali pembicaraan
“Eh kamu, ada apa ? udah tau kan latihannya ga jadi ? “ jawabku
“Aku ada di depan kosan kakak” lanjutnya
“Eh…. Ngapain ? “ aku heran.
Dinda memutus telponnya dan segera aku bergegas keluar dari kamar kosanku. Dan kulihat Dindaa dengan basah kuyup terguyur air hujan, berdiri di depan gerbang kosanku.
Tanpa pikir panjang aku mengambil payung, lari dan membuka pintu gerbang.
“Lho kamu kenapa ? kok kehujanan ? mobil kamu mana ? “ tanyaku agak cerewet.
Namun Dinda hanya diam saja dan menggigil menahan dingin, sekilas kulihat matanya memerah dan ada bekas tangisan. Untung saja tidak ada orang yang lihat, jadi Dinda bisa masuk ke kamarku. Karena kamar mandinya ada di dalam kamar, kusuruh Dinda untuk mandi.
Tak lupa kuberikan kaosku yang ukurannya agak kecil dan celana pendek, juga handuk yang biasa kupakai. Aku agak khawatir sebenarnya.
Karena di kosan ini tidak boleh membawa tamu cewek ke dalam kamar. Aku tidak tahu apa yang bakal terjadi kalau orang2 kosan mengira aku dan Dinda melakukan hal2 yang tidak di inginkan .
Aku hanya diam menatap pintu kamar mandi. Suara air mengalir dari shower bisa kudengar dengan jelas. Tak berapa lama Dinda keluar, dengan memakai baju yang tadi kusiapkan.
Dia sedang berusaha mengeringkan rambutnya dengan menggosok2annya dengan handuk. Bisa kulihat matanya masih merah. “Kenapa sih kamu ?” aku memberanikan diri bertanya.
“Ceritanya panjang kak….” Katanya.
Sembari duduk disampingku, di pinggir ranjang.
“Kalo ga mau cerita ga usah dipaksain deh” aku lalu berdiri dan memakai jaket.
“Saya beli makanan dulu ya, kamu diem disini dulu.”
“Jangan ikut keluar, soalnya di kos ku ini ga boleh ada tamu cewek masuk ke dalam kamar”
“Jangan berisik ya, nanti dikirain saya nngumpetin kamu ke dalem” kataku.
Mengingatkan aku tidak habis pikir. Apa yang ada di pikiran Dinda sehingga dia nekat datang ke kos ku. Aku berjalan dengan payung di tengah hujan, menuju tukang nasi goreng untuk memesan 2 porsi, dibawa pulang. Aku kembali ke kamar kosku.
Hujan telah reda dan Aku membuka kunci kamar, dan melihat dinda sedang menerima telpon dengan air mata yang menetes.
Aku segera menutup pintu kamar dan menyiapkan makanan. Dinda pun hanya diam saja, dan kemudian menutup telponnya.
“oiyaa… makan dulu…” aku menegurnya Dinda hanya diam.
Sejenak kami berdua terdiam beberapa saat.
“Kak… ada tisu ?”
Dinda akhirnya membuka mulut. Aku segera mengambilkan tisu dari laci meja belajar.
Dinda mengusap air matanya dan menarik nafas panjang.
“Sory ya kak aku bikin repot”
Dinda mengambil makanannya dan mulai makan.
“Ga papa kok, santai aja”.
“Ntar kalo bajunya dah kering saya anter kamu pulang ya” jawabku.
“Ga usah kak…. Aku mau disini aja” pernyataan Dinda membuatku kaget.
“Tapi, saya kan udah bilang, kos ku disini ga boleh nerima tamu cewek sebenernya “.
Aku sengaja mempertegas kata2ku.
“Aku gak akan ribut kak. Janji” jawabnya.
Aku hanya menghela nafas sambil ogah2an menyantap nasi gorengku. Apa sih maunya dia, begitu pikirku.
“Kalo mau minum ambil sendiri ya gelasnya di rak di deket pintu kamar mandi” ucapku setelah Dinda menyelesaikan makanannya.
Dinda menurut dan mengambil gelas, dan menuangkan air dari dalam kulkaas. Aku tidak menghabiskan makananku, dan menyalakan laptopku.
Jujur saja aku bingung bagaimana harus menghadapi Dinda. Aku jarang pacaran, ketika sekolah aku malah tidak sempat pacaran. Sibuk dengan mata pelajaran dan musik.
Apalagi sekarang, kuliah, musik, ngajar. Itulah yang menyebabkanku agak canggung hanya berdua di kamar dengan seorang cewek.
“Kalau mau baca2 majalah itu ada di rak di atas kasur”
Aku berkata seperti itu karena Dinda terlihat hanya duduk di tepi ranjang dan memandang lantai dengan tatapan kosong Tapi Dinda seakan tidak menggubris ucapanku. Dia masih melamun
“Dinda sebenrnya ada apa sih ?” Aku makin penasaran.
Dinda nampak kaget mendengar pertanyaanku.
“Hmmm…. Aku heran kak… apa sih yang dimauin sama cowok cowok” dia membuka dialog
“Kenapa gitu. . . . . ?”
aku turun dari kursi dan duduk di karpet. Dinda pun turun dari pinggir ranjang dan duduk di hadapanku.
“Tadi aku rencananya aku gak ikut ke tempat muik kak….” jawab Dinda.
“Terus. . . . ?”
“Aku jalan2 sama pacarku tadi. Pas jam 5, jam harusnya aku ke tempat musik, aku di dalem mobil pacarku, dia lagi nyetir, rencananya mau jalan cari makan terus nonton” Dinda melanjutkan ceritanya.
“Entah kenapa handphone dia ditaruh di dashboard. Aku pinjem, mau main game yang ada di hapenya. Dia ngebolehin, tapi entah kenapa aku tiba2 pingin buka inbox smsnya”
Halah….. Pasti cowoknya selingkuh, begitu pikirku dalam hati.
“Aku ngeliat sms2 mesra kak. Gak cuman satu tapi beberapa cewek” Buset. Pikirku.
Jagoan banget tuh cowok.
“Aku kurang apa sama dia coba ? bela2in bolos ke tempat musik, bela2in dia, selalu aku temenin, kok dia begitu sama aku ?” diapun mulai menangis lagi.
“Jijik liat sms2 itu, sayang2an segala macem orang pacaran aja”
Aku mengambilkan Dinda tisu lagi karena airmatanya mengalir deras.
“Terus gimana. . . .. . ?”
Dan aku memintanya melanjutkan ceritanya.
“Aku marah kak. Tapi dia cuman diem aja dan gak ngomong apa2. Akhirnya di lampu merah aku keluar dari mobil”.ucapnya
“Kan ujan.. . . .. ?” jawabku sedikit tidak antusias.
Entah mengapa kasus ini sangat klasik pada orang2 yang pacaran. Tapi tampaknya Dinda sangat terpukul oleh kejadian tersebut.
“Biarin aja kak. Aku jalan, ngejauh dari mobil, aku bisa denger sih dia nglakson terus….. tapi setelah jauh dari mobilnya, aku bingung mau kemana. Tapi aku inget kalo tempat tadi deket sama kos nya kakak. Makanya aku kesini. ”
Memang dulu Dinda pernah kesini diantar oleh pacarnya, mengambil partitur lagu.
“Terus ? kok kamu malah kesini ? Ga pulang aja ?” tanyaku.
Sambil berusaha meyakinkan dia agar pulang.
“Males nanti ditanyain sama orang tua…. kemana si pacar, kok pulang sendiri. Ribet “ jawabnya.
“Lah kalo dicariin gimana . . . .?”
aku jadi bingung doonk..
“Aku udah bilang sama orang tua aku… mau tidur di rumah temen”.
“Tenang aja, mereka percaya kok…..”
Aduh, Entah kenapa kalo menurutku Dinda berlebihan dalam menghadapi masalah ini. Kenapa gak putusin aja cowok itu, cari taksi, pulang, tidur, besok lupa. Tapi dia malah repot2 pergi ke kos ku.
“Terus kamu mau ngapain disini ?” tanyaku dengan malas.
“Aku mau nenangin diri dulu kak…..”.
“ Lahh….,Bukannya lebih enak di rumah ? “
Disitu kan bisa nangis jungkir walik di depan orang tua. Dijamin bakal ditenangin, abis nangis besoknya lega deh. Aku bingung melihat cengengnya menghadapi masalah ini.
“Oke lah terserah kamu aja” kataku.
“Tapi inget, jangan ribut, jangan keluar kamar, besok pagi saya anterin ke rumah”.
“Iya kak” jawabnya…
Jam2 berikutnya diisi dengan obrolan2 yang biasa kami lakukan, soal musik, teknik bermain gitar. Tak lupa aku menyetel musik keras2 dari laptop dan menyalakan tv agar suara kami tidak terdengar. Tanpa terasa sudah jam 11 malam. “
Aku ngantuk kak….” Kata Dinda
“Hmm…. kamu tidur di atas aja, saya biar tidur di karpet” jawabku.
“Enggak kak… aku kan tamu. Aku aja yang tidur di karpet”
Hmmm malah enak di aku . Aku pikir mengiyakannya dan aku menyibakkan selimut cadangan di karpet, untuk alas tidur agar agak empuk, dan memberinya selimut tipis serta bantal yang berlebih di ranjang. Kemudian aku mematikan lampu, dan juga naik ke ranjang, bersiap untuk tidur.
“Jangan dimimpiin kejadian yang tadi ya..” kataku mengingatkan.
“Iya kak….”
Dan aku hanya menatap langit2 atap sambil memikirkan caranya besok pagi keluar tanpa ketahuan yang jaga kos. Kebetulan aja tadi hujan besar sehingga penjaga kos tidak memperhatikan pintu gerbang.
Aku agak kesal dengan sikap Dinda, sudah malas latihan, dan tidak berpikir panjang. Sebenernya muncul rasa kasihan yang besar dalam diriku. Dia belum dewasa, belum bisa mengambil keputusan dengan matang, dan akibatnya seperti ini. Ada di kos ku , dan tidur di lantai.
Yasudah lah, barang kali Dinda butuh teman malam ini, begitu pikirku. Entah kenapa aku tidak bisa tidur malam ini, harus kuakui kehadiran Dinda malam ini merusak pikiranku. Bukannya membaik namun pikiranku menjadi kotor.
Aku pernah melakukan seks, sekali2nya waktu baru kuliah dulu. Pengalaman itulah yang membuatku sedikit membayang2kan bagaimana kalau aku bermain cinta dengan Dinda. Dinda memang cantik, kulitnya putih dan mukanya manis.
Dan fakta2 itulah yang membuat pikiranku menjadi kotor. Coba kalau dia laki2, pasti aku santai2 saja. Lama aku tidak bisa tidur, ku sengaja menghadap ke tembok agar tidak melihat Dinda.
Dan tiba-tiba breeeegh...
Aku merasa ranjangku dinaiki orang. Aku kaget, sedikit penasaran tapi aku berhasil mehanannya. Rupanya Dinda menaiki ranjangku.
“Kak… aku tidur sama kakak ya……” katanya dengan nada merajuk.
Bujuuk buseet..
Aku tidak bisa menolak karena dia sudah naik ke atas ranjang.
“yauda nih kalau mau pake selimut".
Aku memberikan bagian selimutku pada Dinda. Dia tampak agak malu, dan segera mengambil bagian selimutnya, dan tidur membelakangiku.
Gilaa. . . . Apa2an ini.
Kenapa dia naik ?
apa karena kedinginan ?
atau keras ?
atau kenapa ?
Aku merasakan gerakan di sebelahku.
“Kak… maaf… aku sebenernya masih pengen ngobrol”
“boleh kan ?”
Aku membalik badanku dan mendapati bahwa jarak mukaku dan muka Dinda tidak berjauhan. Matanya yang memerah menatapku penuh harap.
“Kamu ya… Dengerin. Kenapa sih mesti gini ?
kamu sekarang ada di kamar cowok, tidur bareng satu kasur. Ga pantes tau. Apa saya tidur di bawah aja ya
”Aku berusaha bangkit.
“Ini yang aku suka dari kakak…” tiba2 Dinda berkata seperti itu.
“Eh……..” Aku heran dan terdiam sejenak.
“Kakak orangnya tegas…”
“Gak kayak dia…. egois… udha gitu gak pernah bisa tegas dan gak punya pilihan”
“Dinda… tapi.... .. .”
Dan Kata2ku terhenti ketika tangannya menyentuh pipiku dengan lembut.
“Aku suka sama kakak” pengakuannya membuatku kaget. Apakah benar ?
apa Dinda Cuma terbawa perasaan akibat baru mengalami kekecewaan dalam berpacaran ?
Aku terdiam aaja. Dan di dalam hati aku mengakui bahwa sosok Dinda yang manis membuatku tertarik.
Tetapi selama ini aku selalu melupakan saaja perasaan itu karena yang pertama dia sudah punya pacar, dan kedua di amerupakan cewek yang kaya sedangkan aku hanya orang biasa saja.
“Kak. . .” tangannya terus mengelus pipiku.
Aku pun luluh. Tiba2 kami berdua saling memajukan wajah kami masing2. Kami menutup mata dan bibir kami pun bersentuhan dan kami berciuman dengan pelan dan lembut.
Dinda terus maju ke dalam pelukanku dan Aku meraih pinggangnya, dan menggenggam tangan satunya. Telapak kaki kami saling bersentuhan dan saling bertautan di dalam selimut itu. kami berciuman dengan hangat.. Walaupun umur kami tidak berbeda jauh, hanya empat tahun, namun rasanya ini seperti ketakutan yang aneh dalam satu band .
Kami berciuman sangat lama. Entah kenapa kami berdua tidak berciuman dengan nafsu dan tergesa2. Tangan kiriku yang menyentuh pinggang Dinda, tiba2 mulai nakal.
Tanganku masuk ke dalam kaos yang dia pakai. Menyentuh kulit halusnya. Dinda tidak berontak. Dia malah terus menciumiku. Dinda pun tidak protes ketika tanganku masuk kedalam celana pendeknya dan memegang pantatnya.
Dasyaat….!!
Rupanya dia tidak memakai celana dalam dan BH.
Aku melepaskan ciumanku, dan mulai menciumi telinga dan lehernya.
“Ahh… Kak… ‘
Dinda tampak menikmati aksiku . Tanganku terus bermain mencoba membuka celana pendeknya. Dinda tidak berontak, kakinya malah bergerak dengan aktif dengan membantuku melepas celana pendek itu.
Pada akhirnya aku melempar celana itu ke lantai. Aku mulai menyentuh pahanya yang sangat mulus. Aku memeluknya erat, menempelkan perutnya di perutku.
“Kak….. “ Dinda memanggilku.
“Ada Apa… ?”
Aku menghentikan ciumanku di leher
“Kalau mau itu,… pelan2 ya…. aku belum pernah…” jawabnya.
Dengan nada pelan dan pasrah dan tatapan penuh harap.
Apa Masih perawan ? aku kaget.
Kupikir setidaknya dia pernah tidur dengan pacarnya. Pantas saja dia tidak bisa menyikapi kelakuan pacarnya dengan benar, pengalamannya sangatlah minim.
Aku terdiam Dan tidak bisa berfikir sehat lagi. Tidak dapat berpikir dengan jernih.
“Dinda… kalau kamu gak mau, jangan….
”Aku mundur “Gak apa2 kak, kalau sama kakak aku mau..” Dinda meraih tanganku.
“Kamu belum pernah…. jangan dipaksa kalau gak mau….” aku berusaha berpikir jernih.
Dinda terdiam, tetapi dia malah masuk ke pelukanku kembali.
“Aku mau….” jawabnya pelan.
“Aku Cuma minta kakak perlakukan aku dengan lembut”.
“Tapi”
aku masih bertahan
“Kak…. aku mau kasih ke kakak malem ini”.
“Itu karena aku suka sama kakak”.
“Dari pertama ketemu, tapi kakak tampaknya cuek sama aku…. tapi aku makin suka karena tau kakak orangnya tegas, dewasa“.
“Dinda, itu cuman perasaan pelarian aja…” jawabku.
Dinda hanya diam, Tetapi dia menjawab dengan semakin masuk ke dalam pelukanku. Dia memelukku dengan erat, dan tidak mau melepasku.
“Aku mau ngelakuinnya cuman sama kakak” Dinda tetap gigih.
Kami berpandangan sangat lama. Hingga akhirnya aku menciumnya kembali. Pertahanan akal sehatku runtuh. Tanganku terus melingkari pinggangnya yang ramping itu.
Dinda perlahan2 bergerak menindih tubuhku. Badannya naik ke atas badanku. Tangannya mencoba membuka kaos ku tapi tampaknya dia agak canggung melakukannya. Aku melepaskan tanganku dari pinggangnya dan membantunya membuka atasanku.
Setelah itu aku berusaha bangkit dan duduk. Dinda memegang bahuku dan mencoba maju menciumku. Aku menahannya dan memegang kedua tangannya. Aku menatap matanya lekat2.
Dinda menatapku malu2 dan Aku sedikit tegang. Malam ini kedua kalinya aku berhubungan seks. Dan ini yang pertama bagi Dinda. Jantungku berdetak hebat luar biasa. Aku menggenggam ujung t shirt yang dia pakai. Pelan2 kutarik keatas.
Dinda menurut dengan mengangkat tangannya. Dinda sudah telanjang bulat di atas pahaku . Kedua tangannya disilangkan, menutupi buah dadanya yang kecil.
Dia sedikit menunduk dan tampak sangat malu. Pasti ini pertama kalinya dia telanjang bulat di depan cowok. Aku memegang dagunya dan mengangkat wajahnya.
Tak berapa lama segera ku cium bibirnya lembut. Aku menggenggam kedua tangannya dan mulai menciumi lehernya, terus sampai ke payudara yang kecil dan Aku menciumi putingnya. Kurasakan badannya agak gemetar, entah karena geli atau agak takut.
“Uhh….. Kak… geli…..” Dinda mendesah kecil.
Aku berbisik kepadanya
“Jangan terlalu berisik ya…
nanti bisa gawat kalau ketahuan penjaga kos…” Dinda mengangguk pelan.
Aku melanjutkan menciumi payudaranya. Sempat kulihat Dinda menggigit bibirnya. Menahan agar dia tidak ribut.
“Ngggh…. mmmhhh…” Dinda terus mendesah.
Aduh, bagaimana nanti ketika kami sampai ke inti permainan ?. Aku menyuruh Dinda untuk turun dari atas pahaku. Aku segera melepaskan celanaku.
Dinda nampak agak kaget ketika melihat tititku . Ini pertama kalinya juga dia melihat titit cowok langsung. Dinda duduk di sampingku.
“Dinda, kalau kamu emang gak siap, mendingan gak usah….”
Aku menatap wajahnya yang tampak malu bersemu merah,
“ Ga apa2 kak…. udah sampe sini….”
dia tersenyum kecil walau aku bisa merasakan bahwa dia merasa gugup dan deg2an. Aku memegang lembut tangannya dan mencium keningnya.
Lalu aku menariknya pelan agar kembali duduk di pangkuanku. Dinda duduk membelakangiku. Punggungnya sungguh mulus dan bersih. Aku mulai menciumi bahunya, terus sampai keleher.
Kupeluk erat pinggangnya dan bisa kurasakan tangan Dinda memeluk erat leherku. Lama kuciumi bagian belakang leher dan punggungnya. Tak tahan lagi, pelan2 kubimbing Dinda untuk berbaring di kasur. Aku memegang lututnya dan kulebarkan pahanya.
Aku menindih badannya. Tangan Dinda menahan bahuku. Aku sejenak mematung memandangi Dinda.
Pantaskah ku renggt keperawanan perempuan manis ini ?
Haruskah dia melakukannya denganku ?
Dinda balik menatapku dan berkata
“Kak….. pelan2 ya… aku tau pasti sakit pada awalnya”.
“Kalau kamu gak mau, bisa kita hentiin sekarang kok….. “ aku menjawabnya.
Dinda menggeleng pelan.
“Aku siap kak………..”
Kemudian dengan kepala penisku yang menyentuh bibir vaginanya yang telah basah.
Pelan2 kugesekkan secara lembut kepala penisku di bibir vaginanya. Dinda mengejang2 geli. Aku memperbaiki posisi dengan menggenggam tangannya.
Kurasakan pelan, penisku memasuki bibir vaginanya. Sempit sekali. Aku berkonsentrasi penuh memasuki vaginanya.
“Uhhh….Nggggh…….Ahhh….. “ Dinda menahan sakit.
Bisa kulihat dia menggigit bibirnya dan matanya sedikit berkaca2.
“Uhhhh…..Ahhhh…”
Kemudian dia menarik napas lega ketika penisku masuk penuh kedalam vaginanya. Aku mulai menggerakkan penisku maju mundur dengan pelan. Dinda tampak menutup matanya, dan meringis seperti menahan sakit.
Aku menarik penisku, Kulihat penisku berlumur darah perawan Dinda.
“Sakit.. .. .?” Kalau kamu ga tahan sakitnya ga usah dilanjutin…
”Aku takut Dinda..“
“Gapapa kak…..”
Dinda tersenyum dengan mata agak berkaca2.
Aku menarik nafas panjang, kuputuskan untuk tidak merubah2 posisi bercinta kami, terlalu dini untuk kami berdua. Ditambah lagi pengalaman kami berdua sangat minim. Aku kembali memasukkan penisku ke lubang vaginanya. Sudah lebih gampang, walau masih seret dan sempit. Kurasakan dinding vaginanya yang hangat menjepitt penisku erat.
“Mmmhhhh….kak.. “
Dinda mendesah pelan, dia sudah tidak meringis atau menggigit bibir lagi seperti sekarang. Aku terus memaju mundurkan penisku dengan pelan namun temponya stabil.
“Uhhh…..Ahhhh,,,Uhhh,,,Ahhhh…”
Dinda tiba2 mencengkram erat bahuku. Seakan ingin mencabik- cabiknya.
“Mmmmhhh. . ... . ”
Kaki Dinda mencengkram erat pinggangku. Aku tahu dia akan orgasme. Terlalu cepat mungkin. Tetapi wajar. Karena ini pengalaman pertama bagi Dinda.
Dia belum tahu bagaimana mengatur tempo, merubah posisi, ditambah lagi malam ini semuanya aku yang mengendalikan. Dinda terus bersuara kecil mengikuti tempo goyanganku.
“Ngggoookk…… mmmmhh….nguuuuk”
Tiba2 aku menghentikan gerakanku. Aku tak ingin aku bablas keluar di dalam. Kaki Dinda kuat mencengkram pinggangku. Malam ini adalah pengalaman pertamanya.
Wajar jika dia tampak tegang atau gugup. Aku tak mau jika ketegangannya mengakibatkan kecelakaan yang tidak diinginkan.
“AAh…. kenapa kak ?” tanyanya polos dengan nafas tidak teratur
“Enggak… tadi kamu ngejepit pingganggku terlalu keras… aku takut kalau nanti aku keluar di dalem…” jawabku.
“Oh…. “Dinda “ “kamu santai ya sayang….”
aku mengelus rambutnya lembut dan dia hanya mengangguk pelan. Pelan2 aku mengisyaratkan agar Dinda tidur tengkurap.
Dari belakang aku memposisikan kepala penisku tepat di lubang vaginanya. Pelan2 aku masukkan kembali.
“hmmhhh… aaahhhh…Ngooook…”
Dinda kembali mendesah ketika kumasukkan penisku. Aku memeluk pinggangnya dan membimbingnya naik. Kami bercinta dalam posisi doggy style.
Tangan Dinda bertumpu pada kasur. Aku menggerakkan penisku maju mundur sembari memegang erat pinggangnya.
“Uuuuuh…. Ahhh….. uhh…yes…“
Dinda tidak bisa menahan lagi suaranya. Entah karena kesakitan atau keenakan. Tapi kalaupun kesakitan, dia tidak berontak. Dinda terus mengerang. Entah berapa lama kami melakukannya.
“Kak…. aku… ahhh” Aku tau Dinda akan segera orgasme.
Tapi aku tidak mencebut penisku. Aku malah makin bernafsu menggerakkannya.
Tumpuan tangannya semakin lemas. Aku secara refleks malah menarik tangannya kebelakang agar posisi tubuhnya tetap stabil. Aku merasakan tubuhnya menegang dan vaginanya menjepit erat penisku.
“Aaaaah….. aaaahh….. nggghh….”
Dinda mengerang tanpa mempedulikan keadaan kamar kosku yang mungkin saja suara malam itu bisa bocor ke kamar sebelah.
“Ngggghh… aaaaaaaaaah….ngooookkk….”.
Tak berapa lama aku langsung mencabut penisku dan spermaku lalu muncrat berantakan di luar vaginanya. Dinda langsung dengan lemas menjatuhkan diri ke kasur. Aku pun merebahkan diri di sebelahnya.
Kami berpandangan dengan cukup lama dan berpelukan sampai kami tertidur. Kini, kami bukan sekedar anggota band saja.
Tapi lebih dari sekedar itu. Kami sering menghabiskan waktu bersama di luar latihan, karena kami sekarang menjadi sepasang kekasih.
Kejadian malam itu, tidak pernah terulang lagi sampai sekarang. Dan kami tidak pernah mengungkitnya lagi. Biarkan malam itu ada untuk dikenang saja dalam hati kami masing2.
Bagaimana para Pembaca Serukan para maniak seks, jangan lupa ya!!! Selalu ikuti cerita-cerita dewasa di web www.ceritasemi.ml
No comments:
Post a Comment